Kacau Balau Paradigma Pendidikan Kita

Banjarmasin Post, Selasa 7 Maret 2023 (baca pada halaman 4 di (https://bit.ly/3A1HsH5)

Oleh MOH. YAMIN: Penulis buku-buku pendidikan

Melahirkan anak didik unggul menjadi tujuan dari praksis pendidikan di masa kini untuk melahirkan generasi emas 2045. Pendidikan yang diniatkan atas nama pembangunan sumber daya manusia unggul sudah semestinya dipahami dan didudukkan dalam konteks mengejar ketertinggalan pembangunan sumber daya manusia unggul. Ke depan, kemajuan bangsa ditentukan sepenuhnya dari kehadiran manusia-manusia unggul yang dapat berkontribusi bagi pembangunan. Kendatipun pembangunan infrastruktur digenjot dengan sedemikian rupa (baca: realitas), namun kita kemudian mengabaikan pembangunan sumber daya manusia unggul, maka ini kemudian melahirkan kebijakan pembangunan tanpa manusia yang bermutu. Pembangunan semu adalah pembangunan yang kemudian lebih mengejar kepada capaian fisik, namun capaian mutu manusia kemudian terabaikan dengan sedemikian telanjang bulat.

Pada prinsipnya, menjadi manusia-manusia seutuhnya yang secara lahir batin memiliki kecakapan hidup seutuhnya sangat dibutuhkan untuk mengisi setiap lini pembangunan. Manusia unggul diperlukan sebagai subyek-subyek yang akan bekerja untuk membangun bangsa dan lingkungannya. Oleh sebab itu, kehadiran pendidikan yang mampu dimuarakan untuk melahirkan bibit-bibit manusia hebat sudah semestinya ditunaikan secara terarah dan terprogram.

Persoalannya adalah apakah praksis pendidikan kita sudah menjalankan itu dan sudah sejauh mana pelaksanaan pendidikan yang sudah dijalankan di republik ini dalam konteks membentuk manusia-manusia unggul dengan multikecakapan hidup, sesuai dengan eranya, yakni pendidikan 4.0. Ketika mengamati perjalanan pendidikan yang sudah berlangsung di sekolah, tampaknya kehadiran kurikulum merdeka masih menyisakan persoalan tersendiri sebab tidak semua sekolah sanggup mengiyakan capaian yang diminta dalam kurikulum merdeka itu sendiri. Walaupun sudah ada sekolah penggerak dan guru penggerak, itu pun sebetulnya tidak menjamin bahwa pelaksanaan pendidikan yang dijalankan dan sedang dilakukan kemudian membuahkan hasil membanggakan dan memuaskan bagi tercapaianya pendidikan yang termaktub dalam kurikulum merdeka. Ini ditambah dengan persoalan lain bahwa guru pun dipaksa mengerjakan banyak pekerjaan administratif sehingga berperan ganda. Satu sisi harus menyiapkan perangkat pembelajaran dan di sisi lain menunaikan tugas-tugas administratif yang kemudian menjadi sebuah persoalan tersendiri.

Kita semua berharap agar para guru menghadirkan dirinya sebagai figur-figur pengajar sekaligus pendidik inspiratif kepada para peserta didiknya, ini masih isapan jempol belaka. Hal demikian tidak hanya terjadi di sekolah perkotaan, melainkan juga di daerah-daerah pinggiran sehingga mereka pun agak terhambat dalam mengakses informasi dan kondisinya lebih memprihantikan (baca: realitas). Akhirnya, yang terjadi pelaksanaan pendidikan yang seharusnya bermakna perubahan dan kemajuan bagi kehidupan anak didik lebih baik pun tampak berat dilaksanakan secara praksis. Pendidikan untuk SDM unggul di sekolah-sekolah menggambarkan sebuah refleksi dari realitas pelaksanaan kurikulum yang mungkin secara mimpi indah dibaca, akan tetapi sulit untuk dilaksanakan secara berhasil sebab infrastrukur dan suprakstruktur tidak siap sekaligus belum siap. Adanya regrouping sekolah-sekolah adalah penyumbang persoalan tersendiri (Banjarmasin Post, 6/01/2023).

Setali tiga uang, kurikulum merdeka kampus merdeka di perguruan tinggi pun mengalami hal sama. Secara konseptual, mahasiswa diharapkan memiliki banyak kecakapan hidup secara simsalabim dengan mengirim mereka ke tempat perguruan tinggi lain, ke perusahaan, dan tempat-tempat magang lainnya sebagai upaya yang konon disebut menyiapkan mahasiswa sebagai manusia-manusia dewa agar kelak ke depannya bisa memberikan kontribusi terbaiknya.

Persoalannya adalah mereka sesungguhnya dihadapkan kepada persoalan baru. Satu sisi, mereka belajar sesuai disiplin ilmu yang tidak matang dan tidak sempurna sebab di perjalanan masa studi dipindah menyeberang ke jalan yang bertolak belakang; sisi lain mereka dipaksa menimba banyak pengalaman di tempat-tempat lain yang sebetulnya bertentangan dengan naluri dirinya sebagai mahasiswa yang sudah pasti mengalir berproses hidup, bukan dibuat bimsalambim. Dengan kata lain, jam terbang atau pengalaman sesungguhnya tidak mesti direkayasa dengan sedemikian rupa dalam bentuk kurikulum sebab ini justru mereduksi proses pembelajaran hidup, mematikan substansi dari pengalaman hidup yang sebetulnya didapat pasca menyelesaikan studinya atau alumni. Untuk itu, ada yang salah dalam berpendidikan kita saat ini baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Niat baiknya adalah mempercepat mereka belajar, mengenal dan memiliki banyak pengalaman hidup, namun langkah-langkah pembelajarannya tidak disesuaikan dengan usia dan masa (baca: psikologi pendidikan).

Apa yang kemudian perlu dicatat ke depan adalah selama cara berpikir pendidikan masih dipraksiskan dengan jalan cepat atau budaya menerabas, maka sampai kapanpun proses berpendidikan di republik ini tidak akan pernah menuju kepada kebaikan dan kebajikan. Jauh-jauh hari Kontjaraningrat sudah mengingatkan kita semua bahwa mental menerabas adalah praktik hidup yang sesungguhnya telah menolak dan mematikan becoming itu sendiri sehingga manusia-manusia anak didik menjadi hilang memaknai dan meresapi setiap arti perjalanan hidup yang penuh dengan pelajaran dan hikmah. Mental menerabas dalam pendidikan adalah sebuah tindakan yang sesat dan menyesatkan sebab anak didik dipaksa belajar dan mempelajari sesuatu hal tanpa memiliki konsep-konsep filosofis dari setiap perjalanan hidup itu sendiri.

Belajar dan mempelajari sesuatu hal yang sebetulnya asing karena bukan arena materi yang mesti dipelajarinya akibat kepentingan memaksakan tujuan merdeka belajar adalah bagian dari mental menerabas. Ini membuktikan bahwa praktik pendidikan kita mengajari sesuatu hal yang tidak benar secara konsep. Oleh sebab itu, bagaimana kita akan melahirkan anak didik yang memiliki konsep utuh dari sebuah pelajaran, mata kuliah atau disiplin yang dipelajarinya sementara mereka kemudian didesain dari sebuah kebijakan pendidikan yang tidak kuat secara epistemologis. Pendidikan kemudian selalu berada dalam ruang-ruang politik kepentingan yang sarat politik kekuasaan.

Saatnya Benahi Pendidikan

Kurikulum merdeka baik di sekolah maupun perguruan tinggi terus berjalan sesuai arahan pemegang kebijakan tertinggi di republik ini. Secara harapan, kita mendukung dengan adanya kurikulum merdeka yang meniatkan diri agar anak didik memiliki pengalaman hidup yang kaya sehingga mereka tidak menjadi berkacamata kuda, memandang sesuatu hal atau sebuah persoalan dari satu perspektif tertentu saja. Harapannya dengan jam terbang pengalaman yang luas, mereka menjadi manusia-manusia yang berpandangan luas dalam menjalani kehidupannya kelak sebagai pemimpin masa depan. Namun terlepas dari hal tersebut, tetap menjadi penting untuk meneguhkan bahwa disiplin atau mempelajari disiplin adalah sebuah keharusan tanpa kemudian memotong rute-rute pemahaman konsep disiplin ilmu yang sudah dipilih sejak awal agar mereka menjadi utuh menguasai konsep disiplin ilmunya. Jika kemudian diperlukan capaian pembelajaran lain (bukan capaian pembelajaran tambahan) sebagai pengikat dan penguat terhadap disiplin ilmu sebagai bagian tidak terpisahkan, mengalokasikan ruang-ruang pembelajaran lain, tersedia dalam kurikulum yang lebih luas sudah semestinya dipertimbangkan untuk ada sehingga anak didik ke depannya memiliki kecakapan ganda; pertama sesuai disiplin ilmu dan kedua jembatan menuju lahirnya sumber daya manusia unggul sehingga mereka menjadi insan-insan pembelajar yang inovatif, kreatif, problem solver atau kritis, kolaboratif serta melek teknologi informasi agar mereka tidak ketinggalan jaman, selalu update serta responsif terhadap setiap perubahan dan dinamika. Oleh sebab itu, mari bersama-sama meletakkan cara pandang atau paradigma pendidikan yang kuat secara epistemologis sehingga republik ini melahirkan manusia-manusia unggul. Semoga…

Tinggalkan komentar