Month: November 2020

Menakar Urgensi Sekolah Tatap Muka

Banjarmasin Post, Rabu_11 November 2020 (baca pada halaman 4 di https://drive.google.com/file/d/1nmkP1U_qyJRkmECpz1Qrp_KuArTOlOKb/view?usp=sharing)

Oleh MOH. YAMIN: pemerhati pendidikan dan dosen Universitas Lambung Mangkurat

Sesuai dengan arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), daerah yang berada dalam zona oranye atau hijau dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dan Banjarmasin disebut sebagai daerah yang memenuhi syarat tersebut. Kini surat edaran Dinas Pendidikan Pemerintahan Kota Banjarmasin pun muncul sebagai upaya menjawab ketentuan yang dimaksud dan direncanakan pembelajaran tatap muka di pertengahan November ini, akan tetapi gelombang pandangan warga masyarakat, terutama orang tua pun menjadi terbelah. Ada yang setuju jika ada sekolah tatap muka dengan tetap menggunakan protokol kesehatan. Dengan bersekolah, anak-anak lebih mendapatkan hak pelayanan pendidikan yang lebih maksimal. Ada yang tidak setuju dengan pandangan bahwa tidak menjamin bahwa walaupun sudah hijau atau oranye dapat bebas dari penyebaran penularan Covid-19 sehingga sebaiknya tetap pembelajaran jarak jauh.

Tepat hari Kamis tanggal 5 November saya diundang redaksi harian Banjarmasin Post berdiskusi dengan Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin melalui ruang Zoom dengan peserta warga kota Banjarmasin. Ada pesan penting yang saya sampaikan bahwa kesehatan adalah paling utama. Dengan hidup sehat, semua warga bisa menjalankan kegiatannya dengan kondusif. Dalam rangka melakukan pelayanan pendidikan yang mendidik semua peserta didik, menjadi penting untuk selalu berpatokan kepada kesehatan sebagai tolak ukur sehingga praksis pendidikan yang dijalankan bisa memberikan rasa nyaman dan aman kepada semua anak didik. Mengadakan sekolah tatap muka di masa pandemi dengan kategori Banjarmasin di titik hijau adalah benar, sesuai dengan syarat Kemdikbud, namun bukan berarti apa yang disampaikan Kemdikbud kemudian sepenuhnya ditindaklanjuti dengan tetap mempelajari kenyataan interaksi dan kehidupan di lapangan.

Survei yang dilakukan Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin dengan menghasilkan persentase keinginan dan harapan warga orang tua sebesar kurang lebih 70 persen mungkin bisa dijadikan alasan mengambil kebijakan untuk diteruskan menjadi kebijakan penerapan sekolah tatap muka, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah item-item pertanyaan dalam survei sudah merepresentasikan keterwakilan semua kecamatan di Kota Banjarmasin, mengilustrasikan profil profesi orang tua, komposisi keluarga masing-masing peserta didik, dan juga dilampirkan jawaban alasan setuju dan tidak setuju. Jika survei ini memuat item-item tersebut dan semua responden yang dijadikan sampel mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, hasil persentase ekspektasi warga orang tua dapat diteruskan untuk menjadi saran kebijakan pelaksanaan sekolah tatap muka.

Profil orang tua dan seterusnya biasanya akan menjadi preferensi kemana arah jawaban dan harapan jika itu dilakukan analisis secara mendalam dengan cross tabulasi. Ketika preferensi orang tua siswa kemudian terpetakan, ini akan menjadi mudah dan kelihatan mengapa ada yang setuju dan tidak setuju. Oleh sebab itu, menjadi penting bagi Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin untuk mempelajari dan mengkaji temuan-temuan tersebut sebelum dirumuskan menjadi kebijakan untuk persiapan pelaksanaan sekolah tatap muka. Apakah Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin sudah melakukan hal-hal demikian?Tidak ada salahnya lebih berhati-hati dalam mengkaji dan merumuskan sebab kebijakan yang dilaksanakan ini bukan semata menyangkut penyelenggaraan pendidikan an sich, namun menyangkut kesehatan dan nyawa warga sekolah, selain mungkin para orang tua ketika anak-anaknya pulang dari sekolah. Lebih baik terlambat mengeluarkan kebijakan pembelajaran sekolah tatap muka namun warga sekolah menjadi terhindar dari potensi penyebaran Covid-19. Untuk itu, kebijakan pendidikan yang selalu berorientasi kepada mengamankan kesehatan selama masa pandemi perlu menjadi langkah paling penting ketimbang memaksakan pelaksanaan sekolah tatap muka demi menghilangkan perasaan gelisah, was was, dan khawatir di kalangan warga sekolah.

Kebijakan Terlambat

Kebijakan terlambat dari sebuah pelaksanaan pendidikan di masa pandemi perlu menjadi lensa bagi setiap pengambilan kebijakan dalam rangka melakukan proses pendidikan dan pelayanan yang lebih berakhir pada kebaikan dan kebajikan bersama. Tidak menjadi persoalan dan mungkin Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin mendapat kritikan mengapa tidak segera membuka sekolah tatap muka pahadal kota Seribu Sungai ini sudah berada di wilayah hijau. Siapapun dan pihak manapun boleh memberikan masukan dan kritik, namun selama kebijakan terlambat untuk menunda pelaksanaan sekolah tatap muka adalah lebih baik, maka ada baiknya kita semua menyetujui itu. Ini sebagai bentuk keberpihakan dan kepedulian semua bagi masa depan pendidikan dan generasi ke depan.

Membayar keterlambatan atas pelaksanaan sekolah tatap muka dengan tetap memberikan ruang sehat sehingga peserta didik tetap belajar jarak jauh adalah bonus bagi pendididikan yang berwawasan sehat dan generasi sehat.

Untuk Generasi Sehat

Memiliki generasi sehat untuk generasi emas di tahun 2045 adalah harapan semua. Pelaksanaan sekolah tatap muka berpotensi menghambat memiliki generasi emas ketika pelaksaan sekolah tatap muka masih potensial melahirkan penyebaran penularan Covid-19. Kita semua berharap, tidak ada kluster sekolah dan semua warga sekolah selalu sehat di rumah masing-masing. Karena Banjarmasin sudah berada pada sebagian besar zona hijau, sudah selayaknya kita perlu mempertahankan itu hingga benar-benar hijau dan dipandang sangat aman untuk pelaksanaan sekolah tatap muka. Terlepas itu semua, walaupun sekolah tatap muka dilangsungkan dengan protokol kesehatan yang ketat, tidak banyak capaian pembelajaran yang diperoleh, kecuali semata beraktivitas karena durasi pembelajaran dipendekkan dan interaksi pun terbatas. Apapun itu semua, baik yang sekolah tatap muka maupun tetap maya memiliki kelebihannya masing-masing, namun di antara kedua hal tersebut, pilihan untuk mementingkan kesehatan warga sekolah serta menghindar dari resiko terburuk adalah paling utama ketimbang tujuan-tujuan lainnya. Kini pilihan kebijakan yang akan diambil tetap berada di Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, apakah tetap memberlakukan sekolah tatap muka di beberapa sekolah negeri (SMPN) yang dijadikan pilot project untuk simulasi? Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan sekolah-sekolah non-negeri di bawah Dinas Pendidikan, apakah sudah ada rencana kebijakan tersendiri bagi penerapan sekolah tatap muka atau mungkin masih tatap maya? Harapan semua adalah mari tetap memberikan pelayanan pendidikan secara utuh dan bisa diakses semua demi pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa.