Mengelola Praksis Pendidikan Unggul untuk SDM Unggul

Banjarmasin Post, Kamis 7 September 2023 (baca pada halaman 4 di https://bitly.ws/UVpF)

Oleh MOH. YAMIN: pemerhati pendidikan, penulis buku-buku pendidikan

Di beberapa kesempatan pada setiap ceramah pendidikannya, Romo Driyakara selalu menasehati semua bahwa praksis pendidikan seutuh dan sejujurnya adalah melahirkan manusia-manusia yang berkeadaban publik dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Tak hanya itu, pendidikan bukan hanya memanusiakan manusia, namun juga menghomonisasikan manusia (baca: Karya Lengkap Driyarkara: Esai-esai Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya). Pesan profetiknya adalah mari memaknai pendidikan agar setiap insan manusia selanjutnya bisa memiliki jiwa yang tangguh, selalu berkomitmen terhadap perubahan, dan memiliki empati yang tinggi terhadap lingkungan.

Wajah sesungguhnya pendidikan bukan di dalam kelas yang sangat sempit dan pengab, namun wajah anggun serta sejuk pendidikan adalah ketika semua manusia kemudian memiliki cara hidup dan pandang hidup yang terbuka terhadap perbedaaan dan keberagaman. Titik tekan dari praksis pendidikan yang mendialogkan perubahan dan dialogis adalah ketika kita semua dapat duduk bersama dalam membincangkan perubahan dan mimpi-mimpi besar untuk keadaban publik. Di lain momen, seorang Ki Hajar Dewantara pun tidak pernah lelah mengingatkan kita semua agar selalu mengajarkan ketauladanan, menjadi pendorong bagi yang muda untuk melangkah maju, jangan merasa tersaingi oleh yang muda dan berpikiran maju. Pada prinsipnya, yang ditekankan Bapak Pendidikan Kita adalah mari memosisikan kehadiran kita untuk kepentingan kemanusiaan dan ke-Indonesia-an.

Apa yang kemudian dinarasikan baik Driyarkara maupun Ki Hajar Dewantara pun senafas ketika membaca dan merefleksikan pikiran-pikiran bernas seorang Ir. Soekarno, sang Proklamator bahwa pendidikan bertujuan untuk membangun keyakinan setiap manusia untuk dapat berdiri tegak di kaki sendiri, tangguh melawan tantangan dan persoalan-persoalan. Setiap nilai-nilai hidup yang dialirkan dari pendidikan bermakna bagi internalisasi keyakinan kuat serta solid bahwa pendidikan menjadi pilar utama bagi pembangunan bangsa yang beradab. Kendatipun seorang Ir. Soekarno tidak pernah menulis secara utuh tentang perjalanan pendidikan dan konsep-konsep pendidikan, namun dari beberapa bukunya, sebut saja “Di Bawah Bendera Revolusi” selalu menegaskan pentingnya pendidikan untuk melahirkan manusia-manusia hebat, melawan para penjajah.

Pendidikan meletakkan dasar-dasar perjuangan dan kepribadian bangsa sehingga dengan kekuatan modal tersebut, manusia pada sebuah bangsanya memiliki keyakinan untuk maju. Moto “A Nation Without Belief Cannot Stand” yang selalu disampaikan Ir. Soekarno di setiap pidatonya memperlihatkan bahwa mari membangun keyakinan utuh untuk maju dan mari menjadikan pendidikan untuk mendidik setiap anak-anak Indonesia untuk meyakinkan diri mereka masing-masing bahwa Indonesia adalah bangsa maju pada masanya. Saya ingat betul ketika di setiap pidato kenegaraannya di masa penjajahan, termasuk ketika bersama rakyat di lapangan (saya menyimaknya melalui kaset yang disetel pada tape recorder masa itu) sangat berapi-api, memperlihatkan tekad dan semangat perjuangannya untuk memosisikan pendidikan sebagai ruang beraktualisasi diri, rumah perubahan untuk berubah dan merubah segala aspek kehidupan. Jangan pernah mengatakan bahwa pendidikan tidak merubah keadaan hidup setiap orang. Dalam ilmu filsafat, ada dua mahluk yang ada di bumi ini, mahluk rasional dan mahluk irrasional. Mahluk rasional adalah manusia dengan akal budinya, sedangkan mahluk iirasional adalah binatang dengan instingnya. Ini berarti bahwa manusia sejatinya memiliki nilai dan harga martabat yang tinggi. Untuk itu, sudah sewajarnya, kita perlu belajar, mempelajari banyak hal. Belajar jangan karena desakan dan tujuan intsrumental sebab itu akan mengaburkan tujuan berpendidikan.

Kita semua barangkali ingat kepada Tan Malaka, seorang penulis buku “Dari Penjara, Ke Penjara”. Seorang Tan Malaka kendatipun hidupnya berada di penjara tidak pernah berhenti belajar, tidak pernah mengatakan tidak untuk mengembangkan diri, selalu hidup dengan kemerdekaan belajarnya sehingga dia pun menjadi produktif menulis buku, berdiri tegak meneriakkan kebenaran pada rezim itu. Oleh sebab itu, memahami pendidikan dari para pelaku sejarah sudah semestinya memberikan angin segar bagi cara pandang hidup kita ke depan bahwa sesungguhnya setiap perubahan dan dinamika yang terjadi di masa kini untuk masa depan selalu dimulai dari pembentukan cara hidup, cara memahami setiap realitas. Hal-hal demikian diperoleh ketika manusia, termasuk anak-anak Indonesia meletakkan pendidikan sebagai modal utama bagi proses belajar dan pembelajaran. Seorang Mansour Fakih pernah mengatakan dengan konsepnya “Intelektual Organik” untuk menjadi manusia-manusia yang berpikiran organik. Berpikiran organik adalah cara pandang hidup yang melihat setiap realitas dari banyak perspektif, setiap hal masalah yang muncul memiliki sambungan pemicu yang spiral sehingga kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah masalah muncul tidak terlepas dari akar-akar persoalannya yang berkembang biak sebelumnya. Oleh karenanya, menjadi kelompok yang organik adalah jalan menuju perubahan itu. Kendatipun demikian, kita tidak akan bisa mencapai itu apabila tidak dibangun dengan berpikir organik.

Menarik apa yang disampaikan Paulo Freire, manusia jika ingin berubah dan mampu menjawab perubahan harus berpikiran kritis yang disebut dengan konsientisasi. Konsientisasi lahir dan muncul ketika kita mau peka dan memiliki kesadaran sosial tinggi terhadap persoalan-persoalan yang muncul di lingkungan sekitarnya. Jangan kemudian menjadi manusia yang pasif atau naif sebab sampai kapanpun tidak akan pernah tercipta perubahan. Perubahan itu adalah niscaya, namun keniscayaan bukan semata hukum alam yang secara tiba-tiba ada apabila tidak ada yang menggerakkan atau diciptakan. Manusia harus melakukan perubahan itu sebagai upaya meniscayakan perubahan tersebut.

Menjawab Momen Pendidikan Kekinian

Para siswa baru baik tingkat sekolah dasar, menengah maupun atas sudah berjalan sesuai regulasi yang dilakoninya. Para mahasiswa baru pun di pelbagai perguruan tinggi pun memasuki babak baru dimana mereka mulai belajar mengenal kampus dan perkuliahan. Mereka semua tidak boleh manjadi manusia-manusia pendiam, manusia-manusia pembelajar yang sebatas menerima ceramah para guru atau dosen. Mereka semua jangan semata menerima dan mengerjakan tugas yang diberikan para pengajarnya. Ada kewajiban besar dan mulia yang harus dilakukan, yakni belajarlah mengenal dunia secara lebih luas dan holistik. Tatap kehidupan mereka di masa depan yang jauh dengan cara hidup dan pandang yang visioner. Era disrupsi, mengutip pendapat Renald Kasali, menutup manusia-manusia masa depan untuk dapat berpikir disruptif untuk merebut peluang secara cepat dan memeroleh perubahan yang lebih baik.

Pendidikan, selanjutnya, menjadi sebuah pegangan utama yang harus mereka jalankan apabila mereka menginginkan ada perubahan pada dirinya di masa depan. Pendidikan adalah investasi masa depan yang secara kasat mata tidak tampak hasilnya sebab pendidikan menanamkan nilai-nilai (values), bukan seperti orang berdagang di pasar, shopee atau marketplace lainnya yang disebut transaksional (saya dapat apa; anda dapat apa). Untuk itu, mari menata hidup maju jika ingin maju dengan pendidikan demi kepentingan yang lebih besar untuk kemanusiaan dan peradaban unggul. Mari mengelola praksis pendidikan unggul untuk SDM unggul. Hanya dengan budaya unggul yang diterapkan dalam pendidikan, ini akan mendorong perubahan luar biasa bagi kemajuan bangsa serta menghasilkan SDM-SDM unggul di masa depan. Siapapun para pembelajarnya baik di sekolah maupun perguruan tinggi, jangan terjebak kepada kepentingan sesaat yang kemudian mengorbankan kepentingan jangka panjang. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang dapat dirasakan dan dinikmati dampak perubahannya pada masa 15 tahun ke depan. Ayo merapatkan barisan untuk menata pendidikan yang mencerahkan anak-anak Indonesia. Semoga…

Tinggalkan komentar